Post ADS 1

Lima Hari Sekolah Di tolak Pelajar NU

PURWOREJO, epurworejo.com – Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Purworejo secara tegas menolak wacana penerapan sistem sekolah lima hari atau full day school. Kebijakan ini dinilai mengancam keberlangsungan pendidikan agama dan budaya lokal yang telah lama mengakar dalam kehidupan masyarakat pedesaan.

Ketua PC IPNU Purworejo, An’im Falahuddin, menilai sistem lima hari sekolah berpotensi memutus mata rantai pendidikan nonformal berbasis keagamaan yang selama ini menjadi fondasi pembentukan karakter generasi muda.

“Kami khawatir kebijakan lima hari sekolah akan berdampak buruk terhadap aktivitas keagamaan seperti madrasah diniyah, TPQ, serta pembinaan spiritual di mushola dan masjid. Sore hari adalah waktu krusial untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan yang tidak bisa digantikan oleh sistem formal,” ujar An’im, Rabu (23/07/2025).

Hal senada disampaikan Ketua PC IPPNU Purworejo, Deby Saktiyani. Menurutnya, pelajar perempuan memiliki peran strategis dalam menjaga tradisi pendidikan Islam di pedesaan. Ia menyebut bahwa sistem lima hari sekolah justru berisiko menggerus waktu pembentukan akhlak dan adab yang selama ini efektif dilakukan melalui kegiatan sore hari.

“Jika setiap sore waktu anak tersita untuk pulih dari kelelahan sekolah, maka ruang pembinaan karakter secara spiritual akan hilang. Ini jelas merugikan, khususnya bagi pelajar di desa,” tegas Deby.

Baca Juga :  ATR/BPN Purworejo Serahkan Sertipikat Hak Milik Program PTSL Warga

IPNU dan IPPNU menilai, wacana lima hari sekolah bukan solusi peningkatan mutu pendidikan. Sebaliknya, hanya akan menambah beban pelajar tanpa mempertimbangkan sinergi antara pendidikan formal dan nonformal yang selama ini berjalan harmonis.

Tak hanya aspek keagamaan, penolakan ini juga dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan hilangnya ruang ekspresi kebudayaan lokal. Banyak kegiatan seperti pengajian remaja, hadrah, karawitan, dan pelatihan seni tradisional yang biasa digelar pada sore hari atau akhir pekan terancam tidak lagi bisa dilaksanakan.

“Pendidikan bukan hanya soal angka dan jam belajar, tapi juga soal penanaman karakter, pelestarian budaya, dan keberlanjutan nilai-nilai luhur bangsa,” tambah An’im.

Melalui pernyataan resminya, IPNU dan IPPNU Purworejo mendorong agar pemerintah lebih bijak dan tidak memaksakan kebijakan pendidikan yang seragam secara nasional. Mereka menegaskan pentingnya pendekatan berbasis kearifan lokal dalam merumuskan arah pendidikan nasional.

“Indonesia bukan hanya Jakarta. Kebijakan pendidikan harus lahir dari pemahaman atas kondisi sosial, budaya, dan spiritual masyarakat di daerah,” pungkas Deby. (*)

Baca Berita Pantura

Loading RSS Feed
Loading RSS Feed