PURWOREJO, epurworejo.com – Komisi IV DPRD Kabupaten Purworejo menegaskan tidak berada dalam posisi pengambil keputusan terkait wacana penerapan lima hari sekolah. Namun, seluruh masukan dari berbagai pemangku kepentingan akan dirangkum sebagai bahan rekomendasi kepada Bupati Purworejo.
“Kami dengar bahwa sudah dibentuk tim kajian oleh Pemkab, walau belum diumumkan secara resmi. Kajian itu harus melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk penyelenggara pendidikan dan ormas yang peduli terhadap dunia pendidikan,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Purworejo, Sri Susilowati, Kamis (17/7/2025).
Sri juga menekankan bahwa kebijakan apapun yang nantinya diambil harus mengutamakan mutu pendidikan.
“Apapun keputusannya, kualitas pendidikan di Purworejo tidak boleh turun. Justru harus meningkat, karena ini bagian dari visi-misi kepala daerah terpilih,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa pendidikan seharusnya tak hanya mencerdaskan secara intelektual.
“Pendidikan itu tidak hanya soal IQ, tapi juga kecerdasan emosional, spiritual, dan sosial. Semua pihak, termasuk orang tua, harus terlibat dalam proses ini,” ujarnya.
Rapat dengar pendapat (RDP) tersebut digelar secara maraton di ruang utama Gedung B DPRD Purworejo. Dipimpin oleh Sri Susilowati, rapat juga dihadiri Wakil Ketua Komisi IV Ivan Fatchan Gani Wardana, Sekretaris Much Dahlan, serta seluruh anggota komisi.
Pada sesi pagi, Komisi IV mengundang PGRI yang merupakan pihak pengusul penerapan lima hari sekolah untuk jenjang SD dan SMP. PGRI memaparkan hasil polling, jajak pendapat, dan kajian yang mengacu pada berbagai regulasi, termasuk Permendikbud Nomor 13 Tahun 2025 yang baru terbit pada 1 Juli lalu.
PGRI juga menyampaikan adanya ketimpangan dalam hak dan kewajiban guru ASN. Menurut mereka, guru tetap masuk pada hari Sabtu, namun hanya bisa mengambil 3–4 hari dari total 12 hari hak cuti dalam setahun. Selisih waktu itu diklaim bisa mencapai 48 hari kerja dalam setahun.
Pada sesi sore, giliran tiga lembaga besar yang diundang, yakni PCNU, PD Muhammadiyah, dan KONI.
PCNU secara tegas menyampaikan keberatannya terhadap sistem lima hari sekolah karena berpotensi mengganggu pendidikan keagamaan di sore hari seperti Madin dan TPQ. Mereka juga telah melakukan kajian internal terhadap dampaknya.
Sementara Muhammadiyah bersikap lebih fleksibel. Mereka menyatakan telah menerapkan dua sistem sekaligus, lima dan enam hari sekolah, di berbagai satuan pendidikan. Keduanya berjalan dengan baik sesuai kebutuhan masing-masing sekolah.
Adapun KONI menyebut bahwa sistem lima hari sekolah belum siap diterapkan. Alasannya, kegiatan olahraga prestasi yang selama ini dilakukan di luar jam sekolah akan terganggu. Banyak pelatih yang berasal dari kalangan guru, dan siswa pun dikhawatirkan akan kelelahan karena waktu belajar yang lebih panjang. (*)
Baca Berita Pantura

