PURWOREJO, epurworejo.com – Di tengah hangatnya pembahasan usulan lima hari sekolah di jenjang SD dan SMP, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Purworejo menyampaikan sikap yang lebih fleksibel. Ketua PD Muhammadiyah Purworejo, Pudjiono, menyatakan bahwa secara prinsip pihaknya tidak menolak, selama pelaksanaan dilakukan dengan pendekatan yang tepat dan tidak memberatkan siswa.
Hal itu disampaikan Pudjiono dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPRD Kabupaten Purworejo yang digelar di ruang utama Gedung B DPRD, Kamis (17/7/2025). Rapat dipimpin Ketua Komisi IV Sri Susilowati dan dihadiri para anggota komisi.
“Muhammadiyah sudah mencoba dua-duanya. Ada sekolah kami yang menerapkan enam hari, dan ada juga yang sejak awal berdiri langsung lima hari. Jadi kami cukup punya pengalaman,” ujar Pudjiono.
Ia menegaskan, tujuan utama pendidikan adalah menciptakan manusia yang cerdas, bertakwa, dan terampil, dengan kecerdasan yang mencakup aspek intelektual, emosional, spiritual, dan sosial. Menurutnya, regulasi pemerintah seharusnya menjadi payung yang mendukung pembentukan karakter secara utuh, bukan hanya menekankan capaian akademik.
“Anak dapat nilai matematika 9 itu bagus, tapi kalau akhlaknya tidak jelas, itu bukan tujuan pendidikan. Jadi semua kebijakan harus mengarah pada pembentukan karakter,” tegasnya.
Pudjiono juga mengingatkan bahwa dalam konteks anak-anak, terutama di jenjang SD, kapasitas konsentrasi sangat terbatas. “Maksimal 15 menit mereka fokus, setelah itu ambyar,” ungkapnya.
Ia menilai, jika lima hari sekolah diterapkan dengan jam belajar hingga pukul 16.00, maka akan menimbulkan masalah, terutama bagi anak-anak yang mengikuti kegiatan TPQ atau madrasah diniyah (madin).
“Kalau sampai sore, saya sepakat dengan PCNU: tidak sepakat. Tapi kalau sampai pukul 14.00, masih bisa diterima. Sore anak-anak masih bisa ikut madin atau kegiatan lain,” ujarnya.
Dalam pandangannya, agar lima hari sekolah tidak mengganggu keseimbangan tumbuh kembang anak, sekolah harus mampu menyusun kegiatan belajar yang seimbang antara otak kiri dan otak kanan. Otak kiri dominan untuk pelajaran akademik, sementara otak kanan berhubungan dengan seni, olahraga, dan aktivitas menyenangkan lainnya.
“Kalau lima hari sekolah diterapkan, maka sekolah harus memasukkan unsur ‘happy-happy’. Jangan hanya hitungan dan hafalan. Harus ada kesenian, olahraga, bahkan area bermain untuk anak-anak,” jelasnya.
Pudjiono juga menyoroti pentingnya memberikan keleluasaan pada sekolah dalam menentukan model pendidikan. Ia menolak konsep “penyeragaman” kebijakan pendidikan secara kaku.
“Kalau semuanya seragam, itu malah tidak cantik. Setiap sekolah punya konteks dan kebutuhan berbeda. Muhammadiyah sendiri sudah menjalankan dua model dan keduanya punya nilai,” pungkasnya.(*)
Baca Berita Pantura

