Post ADS 1

Ahmad Luthfi: Penanganan Bencana Butuh Kebersamaan

KARANGANYAR, epurworejo.com – Upaya pencegahan dan penanganan bencana yang berpotensi terjadi di wilayahnya butuh aksi gotong royong dan kebersamaan dari berbagai elemen.

Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi di depan ribuan peserta Jambore Nasional ke-3 Relawan Muhammadiyah Aisyiyah di Wonder Park, Tawangmangu, Karanganyar, Kamis, 26 Juni 2025.

“Alhamdulillah, hari ini kita punya persamaan sikap dan tindakan, dalam rangka menjadi garda terdepan dalam hal tanggap bencana,” kata Luthfi.

Menurut dia, kebersamaan dalam mengahadapi bencana itu terbukti ketika sama-sama menghadapi bencana covid-19 beberapa tahun silam.

“Covid-19 menjadi bencana manusia yang harus kita renungkan, khususnya bagi relawan saat ini. Indonesia mampu dan dunia mengakui, karena kita punya azas gotong royong yang dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya.

Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat, baik itu pemerintah, TNI, Polri, dokter, relawan, dan profesi apapun harus memiliki kepekaan (sense of criris) yang sama terkait kebencanaan.

“Tidak perlu disuruh ketika ada bencana, langsung tanggap dan respons cepat harus nomor satu,” katanya.

Jambore Nasional ke-3 Relawan Muhammadiyah Aisyiyah ini diikuti sekitar 1.356 peserta dari 30 provinsi se-Indonesia. Mulai dari Aceh sampai Papua.

Menurut Luthfi, hal itu menunjukkan bahwa relawan adalah garda tedepan dalam penanganan bencana. Jambore diharapkan dapat mempererat kesiapsiagaan terkait bencana di wilayah masing-masing.

“Cucuk lampah tanggap bencana adalah relawan. Mereka harus jadi pionir dalam menangani bencana. Ingat bencana, maka Anda adalah garda terdepan dalam menangani masalah,” kata Luthfi.

Kebersamaan dan gotong royong terkait tanggap bencana itu juga disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto. Berdasarkan undang-undang, penanganan bencana harus dilakukan secara pentahelik.

“Kami menyadari penanganan bencana tidak bisa ditangani oleh salah satu pihak saja. Tadi Pak Gubernur Jateng menyampaikan harus gotong royong, harus bekerja sama. Itu betul sekali,” kata Suharyanto.

Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menambahkan, Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Pusat Aisyiyah dibentuk sebagai kehadiran organisasi dalam tanggap bencana. Di mana ada bencana, maka di sana ada MDMC.

“Pelayanan sosial itu sudah menjadi nyawanya Muhammadiyah,” katanya. (*)

Dari jumlah tersebut, Jawa Tengah menjadi provinsi ketiga dengan jumlah kejadian bencana tertinggi di Indonesia dengan 162 kejadian. Dua provinsi yang kejadian bencanamya lebih tinggi dari Jawa Tengah adalah Jawa Barat dengan jumlah 243 bencana dan Jawa Timur sebanyak 199 bencana.

“Untuk Jawa Tengah, saya masih ingat, dari 1 Januari sampai Juni ini banyak bencana di Kudus, Sayung Demak, tapi Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah belum teriak ke BNPB. Gubernur bisa mengatasi sendiri,” kata Suharyanto saat acara Jambore Nasional ke-3 Relawan Muhammadiyah Aisyiyah di Wonder Park, Tawangmangu, Karanganyar, Kamis, 26 Juni 2025.

Baca Juga :  Kemarau, Ratusan Warga di Bantarkawung Brebes Krisis Air Bersih

Dari 1.713 kejadian bencana tersebut, terdiri atas bencana hidrometeorologi basah sebanyak 92%, hidrometeorologi kering sebanyak 7%, serta geologi vulkanologi sebanyak 1%.

“Terkait bencana ini kita semua tidak boleh lengah. Jumlah bencana juga sangat besar, 4 tahun terakhir jumlah bencana fluktuatif, tetapi tidak pernah kurang dari 3.500 bencana. Rata-rata ada 20-25 bencana per hari,” ujar Suharyanto.

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi tidak menyangkal bahwa telah terjadi banyak bencana di wilayahnya.

Berdasarkan data Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana BPBD Provinisi Jateng pada periode 1 Januari sampai 31 Mei 2025 ada sebanyak 152 kejadian. Rinciannya banjir 86 kejadian; tanah longsor 17 kejadian; Cuaca Ekstrem 42 kejadian; Karhutla 1 kejadian; Kebakaran 6 kejadian.

Adapun potensi bencana yang harus diwaspadai ke depan (Juni–Desesember 2025) antara lain adanya kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, banjir rob dan gelombang tinggi, angin kencang/puting beliung, gempa bumi dan tsunami.

“Jawa Tengah merupakan salah satu market bencana nasional. Mencari bencana apa saja di Jawa Tengah ada. Ada air yang tidak bisa kita lawan, ada rob yang tidak bisa kita lawan, banjir yang tidak bisa kita lawan,” katanya.

Tingginya bencana di Jateng itu merujuk pada kondisi geologi Jawa Tengah yang terbagi menjadi 7 klasifikasi. Di antaranya Perbukitan Rembang, Zona Randublatung, Pegunungan Kendeng, Pegunungan Selatan Jawa Tengah bagian Timur, Pegunungan Serayu Utara, Pegunungan Serayu Selatan, dan Pegunungan Progo Barat.

Sementara kondisi topografi meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa bagian tengah, dataran rendah yang hampir tersebar di seluruh wilayah, dan pantai yaitu pantai Utara dan Selatan. Sedangkan kondisi klimatologi Jawa Tengah termasuk tropis dengan curah hujan yang beragam.

Menurut pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2024, Provinsi Jawa Tengah memiliki kelas risiko sedang dengan nilai 99,61.

Ahmad Luthfi menjelaskan, langkah antisipasi bencana salah satunya adalah pencegahan. Misalnya terkait banjir, rob, dan pendangkalan muara bisa dicegah dengan normalisasi sungai dan mageri segoro dengan menanam mangrove sebanyak-banyaknya.

Langkah pencegahan berikutnya adalah mengurangi penggunaan air tanah yang menyebabkan turunnya muka tanah sehingga terjadi abrasi. Dalam hal ini edukasi kepada masyarakat harus dimasifkan.

“Kita edukasi untuk tidak menggunakan air tanah sehingga kita ganti dengan SPAM. Kalau tidak SPAM, Provinsi Jawa Tengah juga menggunakan desalinasi. Upaya pencegahan ini yang ke depan harus kita lakukan sehingga masyarakat kita sudah siap,” jelasnya.

Di sisi lain, lanjut Luthfi, edukasi tanggap bencana kepada masyarakat juga diperlukan. Mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, sampai provinsi. Relawan tanggap bencana ini menjadi unsur utama dalam rangka quick respons kebencanaan. (*)

Baca Berita Pantura

Loading RSS Feed
Loading RSS Feed