Sampah TPA Jetis Diambang Overload, Masyarakat Diminta Galakkan Konsep 3R

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Purworejo, Wiyoto Harjono.

PURWOREJO- Masyarakat Purworejo diminta turut serta membantu mengatasi penanganan sampah. Pasalnya, saat ini kondisi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jetis Purworejo diambang overload atau melebihi kapasitas.

Umur teknis TPA Jetis Purworejo seharusnya sudah habis di 2013 lalu. Namun, karena di TPA Jetis terdapat pengolahan dan pengurangan sampah, diperkirakan masih bisa menampung sampah hingga 2026.

Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Purworejo terus berupaya melakukan sejumlah upaya untuk mengurangi sampah di TPA agar tidak overload.

“Tahun depan rencana mau ada pengadaan tanah di sekitar TPA Jetis untuk perluasan. Saat ini TPA masih bisa beroperasi,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Purworejo Wiyoto Harjono, Minggu (4/8/2024).

Dikatakan, rata-rata per hari sampah yang masuk ke TPA Jetis yaitu 70 ton. Adapun pengurangan sampah itu dilakukan dengan berbagai upaya, di antaranya pembuatan kompos bisa mengurangi 1 ton per hari.

Kemudian, pengurangan sampah dengan budidaya magot bisa mengurangi setengah ton per hari, pemulung sampah bisa mengurangi 5-7 ton per hari, hingga pembakaran sampah residu melalui alat incenerator yang efektif kurangi sampah 5-7 ron per hari.

“Kalau di rata-rata, per hari bisa mengurangi 20-25 persen sampah di TPA,” sebutnya.

Dia menjelaskan, sampah di Kabupaten Purworejo terdiri dari sampah organik, anorganik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), serta limbah spesifik.

“Sampah organik terbagi menjadi sampah basah dan kering. Sampah basah ini bisa ditangani untuk budidaya magot sedang sampah kering bisa dijadikan sebagai kompos,” katanya.

Baca Juga :  Purworejo Siap Terapkan MPP Digital 2024

Sementara, sampah anorganik juga terbagi menjadi dua yaitu high value dan low value. Low value sepeti sampah plastik yang hingga saat ini penanganannya masih menjadi PR.

“Kalau high value seperti botol, kardus, dan sebagainya yang bisa dikonsumsi oleh bank sampah,” lanjutnya.

Di Kabupaten Purworejo, ada 128 bank sampah yang sudah tervalidasi di sistem informasi manajemen bank sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Kalau yang belum tervalidasi banyak. Bank sampah ini mengurangi sampah anorganik yang high value,” jelas dia.

Lebih lanjut, untuk limbah B3, kata Wiyoto, saat ini juga masih menjadi PR karena DLHP Purworejo belum memiliki incenerator khusus B3.

“Kalau limbah atau sampah dari fasilitas kesehatan sudah tertangani, karena pihak puskesmas atau rumah sakit sudah bekerja sama dengan pengolah limbah B3. Jadi sampah dari faskes langsung ke pengolahan limbah itu (B3),” sambungnya.

Selanjutnya, untuk limbah spesifik, contohnya seperti limbah alat-alat elektronik. Saat ini limbah seperti itu memang belum begitu menyulitkan atau belum terasa, tetapi lambat laun alat-alat elektronik juga bisa menjadi sampah.

Wiyoto mengatakan, permasalahan sampah sebenarnya dapat dikurangi dari sumbernya yaitu rumah tangga. Sehingga, dia berharap, masyarakat dapat memilah sampah sendiri untuk mengurangi beban sampah yang masuk ke TPA Jetis.

“Selain itu galakkan konsep 3R (reduce, reuse, recycle). Sampah itu menjadi masalah ketika bercampur, kalau dipilah-pilah, dengan mudah bisa ditangani bahkan bisa jadi potensi atau jadi uang,” tandas dia.*