43 Tahun, Samsuri Setia Jajakan Es Potong Dengan Bersepeda

Es potong
POTONG : Samsuri saat memotong es di seputaran Alun-alun Purworejo.

PURWOREJO-Usia senja tidak menyurutkan kaki Samsuri untuk mengayuh sepeda menawarkan es potong kepada calon pembeli. Memang agak berbeda dibandingkan beberapa tahun silam, kini dirinya fokus mengitari seputaran kota Purworejo saja.

Ya, Samsuri seakan menjadi legenda dari es potong yang memiliki aneka rasa ini. Dirinya adalah satu-satunya penjual es potong yang masih menggunakan sepeda untuk menjangkau area jualannya.

“Setelah covid kemarin, saya hanya jualan di kota-kota saja, khususnya Alun-alun Purworejo. Kalau dulu ya jauh, sampai Grantung (Bayan) segala,” kata Samsuri saat melayani pembeli di Alun-Alun Purworejo, Jumat (30/8/2024).

Dikatakan, usianya kini sudah 76 tahun lebih 6 bulan. Sementara dirinya mulai berjualan di tahun 1981 atau sudah berjualan es potong selama 43 tahun.

Purworejo bagi Samsuri adalah kota keduanya setelah Klaten yang menjadi kampung halaman. Sampai saat inipun, anak dan istriku ada di Klaten. Sementara di Purworejo, dirinya tinggal bersama teman kerja dan sang bos.

“Saya ngekos di Plaosan. Kalau pulang ke Klaten ya kalau ingin pulang saja alias tidak tentu,” tambahnya.

Banyak suka duka yang dijalaninya selama menjalani sebagai penjual es potong. Lelaki 3 anak ini mengaku banyak pelanggan yang seakan menjadi saudara, sedangkan kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP menjadi salah satu cerita dukanya.

Baca Juga :  Kasus Korupsi Bank Purworejo, Polres Tetapkan Dua Tersangka

“Saya jalani semua dengan ikhlas, karena ya jadi kayak resiko orang berjualan seperti ini,” tambahnya.

Disampaikan satu kotak kayu yang ditempatkan di kursi boncengan belakang, tidak sampai habis dalam sehari. Ini berbeda dengan kondisi sekitar 30 tahun yang lalu

“Dulu itu ramai pas harga es itu antara Rp 50 sampai Rp 100. Bisa habis satu kotak, kalau sekarang sulit untuk habis,” tambahnya.

Sekarang ini, harga es potong ditawarkan mulai harga Rp 2.000 dan seterusnya. Uang yang diperoleh itu akan disetorkan ke bos yang membuat es.

“Upah saya selalu saya simpan untuk dibawa nanti pas pulang,” katanya.

Sebenarnya, dirinya sudah dilarang untuk berjualan oleh anak-anaknya. Namun dirinya masih kuat dan tidak mau menggantungkan kehidupannya untuk dirinya dan istri.

“Saya tidak tahu sampai kapan akan berhenti, mungkin kalau saya sudah tidak mampu lagi ya,” katanya polos. (*)