PURWOREJO-Komunitas Teater Purworejo (KTP) genap berusia 17 tahun pada 15 Juni 2024. Hari jadi KTP tahun ini diperingati secara sederhana dengan menggelar event Among-Among 17 Tahun KTP di Gedung Pertemuan Desa Cengkawakrejo Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo, Sabtu (15/6) malam.
Kendati sederhana, acara dikemas interaktif dengan workshop dan bincang budaya bertajuk “Teater dari Masa ke Masa” yang difasilitasi oleh Komite Teater Dewan Kesenian Purworejo (DKP) dengan menghadirkan sejumlah narasumber pegiat teater modern dan tradisional. Dalam kesempatan itu juga dilakukan soft launching novel berjudul “Prahara Bumi Bagelen” karya Makhasin, Senior KTP sekaligus anggota Komite Teater DKP. Peluncuran ditandai dengan penyerahan novel oleh Makhasin kepada perwakilan pelaku seni lintas generasi.
Sejumlah seniman dari berbagai komunitas menyatu dengan puluhan pengurus dan anggota KTP. Hadir antara lain Ketua Harian DKP yang juga pembina KTP, Agus Pramono.
Ketua KTP, Achmad Fajar Chalik, menyebut usia 17 tahun bagi para awak KTP merupakan momentum istimewa. Pasalnya, sejak dibentuk pada 15 Juni 2007 dan disahkan keberadaannya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Purworejo pada 31 Desember 2007, KTP telah melalui banyak dinamika. Dalam perjalanannya, mengelola KTP bukanlah perkara mudah.
“Menjaga eksistensi KTP bukan hanya bermodalkan semangat kebersamaan, senasib sepenanggungan, dan finansial. Kekuatannya lebih pada semangat dan ikatan emosional terhadap komunitas yang tumbuh dalam diri anggota karena panggilan batin,” sebutnya.
Diungkapkan, KTP yang pada 2016 telah resmi mendapatkan legalitas dari Kementerian Hukum dan HAM ini terus berupatya melebarkan sayapnya. Hal itu terlihat dari bertambahnya jumlah anggota hingga ke usia remaja dan anak-anak.
Meski tak pernah lepas dari keterbatasan, KTP eksis berkarya. Secara swadana, puluhan produksi teater sukses digelar, baik di dalam maupun luar Purworejo.
Tidak hanya itu, KTP pun kerap menghelat event kesenian yang bersifat edukatif dan kompetitif bagi kalangan pelajar dan masyarakat umum.
“Kita ingin menjadikan KTP ini sebagai rumah bersama. Tidak hanya bagi pecinta teater, melainkan juga sedulur-sedulur seniman dari berbagai komunitas. Sebagaimana teater sebagai seni kolektif, kita ingin membaur dengan semua disiplin seni,” ungkap Achmad Fajar Chalik usai membacakan puisi berjudul “Rumah” karya Iswadi Pratama.
“Termasuk peristiwa soft launching novel karya senior KTP malam ini menjadi bukti bahwa kita juga memberikan perhatian terhadap perkembangan literasi,” imbuhnya menandaskan.
Sementara itu, dalam workshop dan bincang budaya mengemuka bahwa perkembangan teater di Kabupaten Purworejo mengalami pasang surut. Secara umum, teater modern telah dikenal dan mendapat tempat bagi banyak kalangan dan usia. Namun, teater tradisional yakni Ketroprak justru kian ditinggalkan generasi milenial.
Ketoprak kerap dianggap sebagai kesenian kuno yang hanya cocok ditampilkan dan dinikmati kalangan orang tua. Padahal, seni peran yang kian langka dijumpai itu ternyata juga menarik untuk digeluti dan menjadi tontonan edukatif bagi generasi muda alias milenial.
“Sekarang ini mencari pemain ketroprak yang masih muda sangat susah. Jadi kita sering terpaksa menyiasati pemain yang harusnya diperankan oleh milenial, digantikan dengan yang sudah tua,” kata Joko Banendro, Ketua Paguyuban Ketoprak Milenial (Pakem) Purworejo.
Menanggapi hal itu, Ketua Harian DKP Agus Pramono berharap agar para pelaku Ketoprak tidak berputus asa. Sebaliknya, terus menciptakan inovasi-inovasi agar dapat diminati generasi muda. Pihaknya pun mendorong agar sinergitas antarpelaku seni terus dijalin sehingga dapat saling memperkuat.
“Misalnya, dalam waktu dekat Komite Karawitan DKP akan menggelar workshop karawitan yang di dalamnya disisipi materi iringan ketoprak. Demikian dengan disiplin seni lain, kita harus saling mendukung,” bebernya. (top)