Malam Muharram di Rejosari: Ibadah, Refleksi, dan Ingatan Kolektif

KEMIRI, epurworejo.com — Desa Rejosari, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo, punya cara sendiri menyambut 1 Muharram 1447 Hijriah. Kamis malam (26/6), Masjid Al-Huda yang berada di pusat desa menjadi titik berkumpul warga dalam rangkaian ibadah dan perenungan spiritual menyambut tahun baru Islam.

Kegiatan dimulai selepas salat Magrib dan Isya berjamaah. Puluhan warga, termasuk tokoh masyarakat dan pemuda, mengikuti salat tasbih dengan khusyuk. Usai itu, acara dilanjutkan dengan doa akhir dan awal tahun serta tahlil bersama yang dipimpin langsung oleh Kiyai Muhammad Lukman Hakim Sukarno.

Suasana malam itu tenang dan khidmat. Tidak ada sorotan lampu mewah, hanya cahaya masjid dan suara lantunan doa yang menciptakan atmosfer sakral. Dalam tausiahnya, Kiyai Lukman menekankan keutamaan bulan Muharram sebagai bulan suci yang penuh peluang spiritual. Ia menyebut bulan ini sebagai “pintu awal” untuk memperbaiki diri, memperbanyak ibadah sunah khususnya puasa asyura, dan memperkuat ikatan sosial.

Namun yang paling menarik, Kiyai Lukman juga mengangkat isu yang jarang disorot dalam ceramah-ceramah keagamaan di desa: sejarah lokal. Ia mengajak warga untuk tak melupakan jasa para pendahulu yang telah merintis Rejosari dari masa ke masa, baik di bidang agama, pemerintahan, maupun sosial kemasyarakatan.

“Desa ini tidak hadir tiba-tiba. Ada keringat, doa, dan keberanian orang-orang dulu yang membabat alas, mendirikan masjid, dan merintis kehidupan bermasyarakat,” kata Kiyai Lukman di hadapan jamaah yang memadati ruang utama masjid.

Tahlil malam itu tak hanya ditujukan untuk pendahulu yang telah tiada, tapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap generasi awal pembangun desa. Sebuah gesture kecil, tapi berarti dalam membangun kesadaran sejarah dan rasa memiliki terhadap kampung halaman.

Baca Juga :  Ribuan Tiket Mudik dari Purwokerto Masih Tersedia

Bagi warga Rejosari, malam 1 Muharram bukan hanya soal ritual tahunan. Ia menjadi ruang bersama untuk mempererat ikatan spiritual sekaligus memperdalam kesadaran sejarah. Di tengah dunia yang bergerak cepat, kegiatan ini menjadi pengingat bahwa akar budaya dan nilai tetap penting dijaga.

Rangkaian kegiatan berakhir menjelang larut malam, namun gema doa dan pesan-pesan spiritualnya diyakini akan bertahan lebih lama di hati para jamaah.

Baca Berita Pantura

Loading RSS Feed
Loading RSS Feed