PITURUH-Masyarakat Desa Pamriyan Kecamatan Pituruh melestarikan tradisi turun temurun yang ditinggalkan pendahulu mereka. Tradisi yang masih lestari itu adalah melakukan bersih makam atau kubur yang ditandai dengan penyembelihan kambing dan memasak di kompleks pemakaman yang ada di desa tersebut.
Ya, saban Jumat kliwon di bulan suro, warga akan bergotong royong melakukan bersih makam yang ada. Tercatat ada tiga makam yang dilakukan pembersihan bersama yakni Makaam Sudin di Dusun Ngabeyan, Makam Situmbu di Dusun Jero Tengah Bangsal dan Makam Kesodan.
Warga secara otomatis akan mendatangi makam yang menjadi peristirahatan terakhir leluhur mereka. Sehingga tidak jarang, warga di satu dusun tidak turut terlibat di makam yang ada di dusun tersebut.
Baca Berita Pantura
Kepala Desa Pamiryan, Budi Susilo mengungkapkan dirinya tidak tahu persih sejak kapan tradisi itu berjalan di desanya. Sejak dirinya kecil, hal itu sudah dilakukan, sementara dirinya saat ini berusia 53 tahun.
“Tadi ada Mbah Semir dan Siwo Gondo yang turut bersih makam. Usianya sudah 80an tahun dan katanya sejak mereka kecil juga sudah ada,” kata Budi Susilo, Jumat (12/7).
Diuraikan Budi, ada lebih 1 kambing yang dipotong di masing-masing makam. Sepertinya di Sudin ada 2, Situmbu 3 dan Kesodan 2. Menurutnya, kambing itu diperoleh dari iuran semua kepala keluarga.
“Tidak ada istilah mampu dan tidak mampu untuk pengadaan kambing itu. Mereka yang sebenarnya masuk kategori tidak mampu, untuk momen ini juga terpanggil untuk turut iuran. Karena mereka merasa kalau belum ikut iuran itu tidak turut dalam selamatan,” jelas Budi.
Dalam prosesi itu sendiri, seluruh kepala keluarga datang ke kompleks makam masing-masing. Kaum lelaki akan langsung mengeksekusi kambing yang sudah disiapkan dan dilanjutkan dengan pembersihan dan pemotongan daging.
Setelah semua dipastikan terpotong dan bersih akan diserahkan kepada kaum wanita untuk dimasak. Disaat proses memasak dilakukan, kaum lelaki akan membersihkan seluruh kompleks makam.
“Sebenarnya dulu itu yang memasak itu kaum laki-laki semua, tapi 10 tahun terakhir ini ada perubahan dimana kaum perempuan turut dilibatkan,” kata Budi.
Baca juga : Bulan Sura, Koleksi Museum Tosan Aji Dijamas
Setelah proses memasak selesai, akan dilakukan pembagian dimana sebelumnya antara daging dan kuah telah dipisah. Daging selanjutnya ditaruh diatas daun pisang dan dihitung sesuai jumlah kepala keluarga yang memiliki leluhur ditempat tersebut. Ini masih disertai dengan nasi tumpeng beserta olahan ayam kampung yang telah disiapkan sebelumnya.
Jika semua telah cukup dan tidak ada yang terlewat, pejabat pemerintah desa tertinggi yang ada akan menyerahkan kepada Kaum untuk memimpin doa bersama.
“Hal menarik yang ada dari tradisi ini adalah orang yang sudah tua ataupun tahu urutan leluhur akan memberitahukan kepada mereka yang masih muda ataupun masih kurang paham akan silsilah keluarganya. Jadi dari yang pucuk pendiri Pamriyan ini yakni Mbah Godek dan Mbah Kawijaya itu kita akan tahu silsilahnya,” imbuh Budi.
Sekitar pukul 10.30 wib prosesi bersih makam dan penyembelihan kambing itu telah usai. Disini pun tradisi masih ada dimana warga akan mandi sesampai di rumah. Ini memang ada pergeseran dimana beberapa tahun yang lalu, warga akan mandi di sungai yang ada di desa tersebut begitu pulang dari makam.
“Kalau dulu itu mandi sambil membersihkan peralatan yang dipakai seperti cangkul ataupun sabit dan lainnya di sungai terdekat. Tapi sekarang, mandinya sudah dirumah. Tapi mandinya itu tetap tidak ditinggalkan,” ungkap Budi Susilo. (*)
Baca Berita Pantura